INTERUPSI! – BOPENG PESTA DEMOKRASI PEMIRA UI

 Pemira UI berjalan penuh kekacauan. Dimulai dari ketidakberesan e-vote, Tempat Pemungutan Suara (TPS), hingga mundurnya para calon BEM UI 2014. DPM UI dituding sebagai kambing hitam. Alhasil, sekretariat DPM UI pun ‘disegel’.

Pesta Pemira UI baru saja usai. Rangkaian kegiatan yang dimulai sejak 6 November 2013 ini menyatakan Ivan dan Aid sebagai Ketua dan Wakil Ketua BEM UI 2014 dengan perolehan 6975 suara (60,505%), meninggalkan kedua calon lainnya, Adnan-Wize (23,196%) dan Kevin-Wieldan (16,196%). Selesainya Pemira UI tidak berarti semua masalah berakhir. Ketidakpuasan pada Pemira UI berbuah aksi penyegelan ruang sekretariat DPM UI pada 13 Desember 2013 pukul 23.00 – selang delapan jam setelah pengumuman perhitungan suara. Ketika Interupsi! mengecek ruang DPM UI di Pusgiwa pada 14 Desember 2013 sekitar pukul 13.00, cat tembok warna-warni masih membekas di pintu. Balok persegi panjang ukuran 50 cm x 20 cm terpasang kuat menutupinya, dan tertulis jelas #PrayUI Kembalikan Semua Badan Organisasi di UI ke Veritas, Probitas, dan Iustitia, Tuntuan Mahasiswa!!! Pesan tersebut memperlihatkan ketidakpuasan yang mendalam terhadap jalannya Pemira UI. Sekuntum bunga mawar terjepit diantara balok kayu dan pintu, seolah-olah ingin mendramatisasi suasana berkabung atas Pemira UI. Aksi ini rupanya dilakukan oleh Jalal (Sejarah 2011). Ketika ditanya apa alasan dibalik aksinya, Jalal mengatakan bahwa ia sudah tidak percaya dengan DPM UI. “Ketika proses politik (Pemira UI) itu kotor, biar seni yang membersihkannya.”

Tindakan ini memicu Direktur Kemahasiswaan UI Arman Nefi untuk memfasilitasi diskusi antara calon BEM UI 2014, panitia Pemira UI dan DPM UI. Forum diskusi ini membahas dua opsi, yaitu perpanjangan pemungutan suara atau pengulangan proses Pemira. Tim Adnan dan Kevin sendiri sepakat agar Pemira UI diulang. Sedangkan panitia Pemira UI dan DPM UI bertekad melanjutkan proses Pemira UI. Alokasi dana, SDM dan jumlah suara yang telah terkumpul menjadi pertimbangan utama DPM UI menolak memenuhi tuntutan mereka. Sedangkan, Arman Nefi sendiri (menurut Kevin) secara implisit keberatan bila diadakan pemilihan ulang dikarenakan sulitnya meminta dana tambahan (untuk Pemira lanjutan) ke pihak UI. Pukul 19.30, forum diskusi ditutup tanpa menghasilkan keputusan bulat (deadlock). Akhirnya, DPM UI menawarkan diskusi lanjutan pada Jumat, 13 Desember 2013 pukul 07.20 di ruang DPM UI.

Akhirnya, pada diskusi lanjutan pukul 12.58, Surat Keputusan No.008/SK P/DPM UI/XII/2013 pun keluar. Isi dari SK tersebut adalah tetap akan dilakukan perhitungan hasil pemungutan suara Pemira UI dan menolak diadakannya Pemira ulang. Rupanya tim Adnan dan Kevin tidak bisa terima jika DPM masih tetap bersikeras melanjutkan proses Pemira yang sudah tidak berjalan dengan baik dan sarat kontroversi. Mereka pun merespon penerbitan SK tersebut dengan mengundurkan diri dari rangkaian Pemira UI. Tim Ivan-Aid sendiri tetap memilih bertahan – tanpa mengabaikan kekurangan dalam penyelenggaraan Pemira itu sendiri.

* * *

Meninjau Perangkat Pemira UI

Selaku badan legislatif yang berwenang langsung pada tubuh UU IKM UI, anggota DPM UI haruslah orang-orang yang memiliki kapabilitas layak. Sebab, tanggung jawab yang ditanggungnya begitu besar. Wewenang tersebut tercantum jelas dalam UU IKM UI No. 1 Tahun 2013 tentang Pemira IKM UI: “Dewan Perwakilan Mahasiswa, adalah lembaga tinggi dalam Ikatan Keluarga Mahasiswa Universitas Indonesia yang memiliki kekuasaan legislatif. Wewenangnya adalah pembentukan dan pengawasan pelaksanaan UU IKM UI serta menyelenggarakan suksesi lembaga di dalam Ikatan Keluarga Mahasiswa UI dengan berkoordinasi dengan lembaga terkait.”

Menurut salah satu peserta Pemira UI Adnan Mubarak, anggota DPM UI harusnya adalah pihak yang paling paham dengan kegiatan demokrasi UI, manajemen konflik, dan teknis pelaksanaan Pemira. Instrumen hukum — yang dalam hal ini UU IKM UI — pun secara tidak langsung mencantumkan tugas-tugas besar DPM UI. Namun, rupanya sekelumit kisah dalam Pemira UI 2013 ini menyatakan hal yang berbeda.

Berdasarkan wawancara Interupsi! dengan Rivan Tri Yuono (Ketua DPM UI) dan Marlina (Wakil Ketua DPM UI), ada beberapa hal yang mengindikasikan bahwa Rivan dan Marlina memiliki pandangan yang berbeda terkait beberapa isu Pemira UI.

Pertama, terkait tafsiran mengenai jumlah anggota Komite Pengawas Pemira UI. Menurut UU IKM UI No. 1 Tahun 2013 tentang Pemira IKM UI pasal 17 ayat 1, disebutkan bahwa Keanggotan KP Pemira wajib terdiri atas sekurang-kurangnya 14 (empat belas) orang.” Menurut penafsiran Rivan, anggota KP berisi dua orang, ditambah dengan perwakilan fakultas. Jadi, tidak hanya sebatas dua orang, tapi tidak sampai empat belas orang.” Sementara itu, Marlina memiliki pandangan lain. “Anggota KP Pemira hanya yang tertera pada TAP itu saja. Tidak ada perwakilan fakultas atau pihak lain.” Faktanya, hanya terdapat dua anggota KP yang aktif. Dan menurut sumber dari salah satu tim sukses BEM UI 2014, KP tidak menindak pelanggaran kampanye terselubung saat masa tenang dan tidak menetapkan mekanisme pengawasan e-vote yang transparan. Kaburnya peran KP ini membuktikan nihilnya proses check and balance dalam memantau jalannya Pemira.

Kedua, terkait dengan pertanggungjawaban DPM. Rivan mengatakan bahwa DPM (dalam menjalankan fungsinya) bertanggung jawab langsung pada mahasiswa. Di lain sisi, Marlina berpendapat bahwa DPM UI bertanggung jawab kepada Forum Mahasiswa (Forma, yang susunan keanggotaannya ada pada UU IKM UI Bab II Pasal 2 ayat 2).

Tak hanya dengan internal DPM UI, koordinasi panitia Pemira UI dengan panita Pemira fakultas juga buruk. Hal ini bisa dilihat dari jumlah suara masuk yang diumumkan oleh panitia Pemira UI dengan SK yang diterbitkan oleh DPM UI. Menurut penjelasan Marlina, perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan waktu pengecekan suara. DPM UI menggunakan acuan pada pukul 20.00 pada hari perhitungan suara, sedangkan panitia Pemira FIB baru menutup masa pemilihan pukul 20.45 dan FISIP pukul 21.21. Dengan berbagai alasan yang disampaikan, DPM  UI menetapkan SK sesuai jumlah suara pada pukul 20.00 tersebut.

Proses Carut-Marut yang dipaksakan Berjalan

Permasalahan serius mulai timbul ketika ‘surat suara’ hilang. Pada hari pertama Pemira (2 Desember 2014), suara dari para pemilih tidak terekam dalam server e-vote karena sistem yang error. “Ada laporan dari temen di FH bahwa dia menerima e-mail di webmail UI perihal belum masuknya pilihan dia dalam sistem. Perlu dipertegas bahwa suara pada hari Senin sebelum pukul 14.00, (suara) ini tidak hilang, melainkan tidak disimpan,” jelas Marlina. Sementara itu, Kevin mengklaim bahwa kurang lebih ada 1500 suara yang hilang dan sekitar 300 suara tersebut berasal dari Fakultas Vokasi.

Merujuk pada peraturan, UU IKM UI No. 1 Tahun 2013 tentang Pemira IKM UI pada pasal 89 sebenarnya telah menjelaskan mengenai pemungutan suara ulang dengan kondisi yang dijelaskan pada poin c, yakni: “(Pemungutan Suara di TPS wajib diulang seketika itu juga apabila) panitia Pemira merusak lebih dari satu surat suara yang sudah digunakan oleh pemilih sehingga surat suara tersebut menjadi tidak sah.”

DPM UI berdalih (melalui Marlina dan Lastiti) bahwa penundaan dan perpanjangan masa pilih tersebut sudah merupakan pengulangan pemungutan suara. Hal tersebut sekaligus memperkuat pernyataan Rivan dalam forum bersama Direktorat Kemahasiswaan Kamis lalu bahwa pengulangan coding ini merupakan pengulangan pemungutan suara. Pernyataan DPM UI tersebut menjadi rancu jika dibandingkan dengan SK yang dikeluarkan DPM UI. Pasalnya, menurut SK pemungutan suara akan dilanjutkan – dan tidak ada pengulangan pemungutan suara. Dalam kata lain, konsistensi tidak diperlihatkan Rivan melalui ucapannya dengan SK yang ia tanda tangani sendiri.

Sekilas dalam pasal 90 ayat 3 pada UU yang sama, tercantum bahwa Pemungutan suara ulang di TPS wajib dilaksanakan paling lama 3 (tiga) hari setelah hari/tanggal pemungutan suara berdasarkan keputusan Panitia Pemira.” Faktanya, dalam pelaksanaan Pemira UI melalui beberapa forumnya hak pengambilan keputusan perihal pemungutan suara ulang ini disabotase oleh DPM UI. Karena, keputusan-keputusan tersebut diambil oleh Sidang Anggota DPM UI. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Marlina, “dalam pengambilan keputusan tentang pengadaan pemilihan ulang atau tidak, perlu adanya kesepakatan dari seluruh anggota DPM UI.” Sudah kita ketahui bersama-sama bahwa DPM UI adalah pembuat dan pengawas undang-undang. Lucunya, dalam kasus ini DPM pula yang ‘memperkosa’ konstitusi tersebut dalam pelaksanaan Pemira UI.

Pengadaan TPS pun menjadi masalah. TPS yang disediakan engga lengkap. TPS di FIB seharusnya ada delapan, sesuai kesepakatan DPM UI, panitia dan peserta Pemira. Pada kenyataannya, hanya ada satu dengan dalih DPM UI salah ketik,” papar Kevin yang disetujui oleh Adnan. Adnan pun menilai bahwa porsi ini tidak adil. “Jika di FIB hanya disediakan satu TPS sedangkan jumlah mahasiswanya 11-12 dengan mahasiswa FT, tentu ini tidak adil. Padahal di FT  sendiri terdapat delapan TPS. Ini merugikan kami karena saya dan Kevin mempunyai basis massa pendukung di fakultas rumpun sosial.”

Pembelaan pun dilayangkan Marlina. “Waktu pertemuan Legiun, sudah disepakati jumlah TPS berdasarkan usulan DPM fakultas. Dan memang dalam pelaksanaannya adanya kekurangan sumber daya manusia yang bertugas menjaga TPS dan untuk laptopnya juga masih terbatas. Tolong dimaklumi juga karena ada beberapa petugas penjaga TPS yang sedang UAS,” tandasnya.

Terkait keputusan DPM UI yang akhirnya memutuskan untuk memperpanjang Pemira UI sampai dengan 12 Desember dan menambah serta memperbaiki fasilitas selama proses pemungutan suara, Adnan berpendapat bahwa tidak ada perubahan berarti dalam proses perpanjangan tersebut. “Hal mendasar seperti penambahan infrastruktur (fasilitas di TPS) saja tidak dilakukan. Di FH, pada Senin pagi sampai sorenya TPS buka pukul 14:30. TPS yang bisa digunakan hanya 10-15 TPS saja. Tempatnya (hanya) satu, laptop terbatas, sedangkan di Fasilkom dan FMIPA engga ada (pemungutan suara). Mana yang katanya perbaikan?” Protesnya. Padahal, perlu digarisbawahi bahwa DPM UI adalah pihak yang semestinya mengakomodiir setiap aspirasi yang masuk, apalagi jika aspirasi tersebut bertujuan untuk perbaikan dan pembenahan Pemira UI. Pendapat lain dilayangkan calon yang bertahan dan kini didaulat menjadi Ketua dan Wakil Ketua BEM UI 2014, yakni Ivan. “Setiap ada gangguan, panitia secara langsung melakukan perbaikan. Hal tersebut disaksikan oleh saksi yang kami utus untuk mengawasi jalannya Pemira.”

Isu lain yang berhembus adalah aksi ‘mewarnai’ ruang DPM UI yang dilakukan Jalal sebenarnya dikomandoi oleh tim Kevin-Wieldan. Kevin serta-merta menampik isu tersebut. “Ya, kita akui bahwa kita sering ngobrol dengan Jalal di Kansas (FIB). Tapi, saya tegaskan dia tidak masuk ke dalam struktur tim sukses. Logikanya, di saat kita tengah mencari simpati, kami tidak akan berbuat seperti itu.” Ketika dikonfirmasi kembali ke Jalal, dia juga menolak bahwa aksi ini adalah suruhan salah satu calon. “Ini inisiatif saya, tidak ada campur tangan siapapun. Kalau tidak dilakukan aksi (penyiraman cat tembok dan penyegelan pintu DPM UI ) konkret ini, orang DPM UI tidak akan mendengar,” ucapnya.

Masalah independensi panitia Pemira UI juga menarik untuk ditilik karena munculnya aksi retweet akun calon BEM UI 2014 melalui akun resmi Twiter Pemira UI. Tindakan yang dilaporkan oleh Ridha Iftifadha (FISIP 2010) ini menuai protes dari berbagai pihak. Dari segi aturan hukum, pihak pelaksana rangkaian acara seharusnya bersikap netral dan tidak melakukan dukungan dalam bentuk apapun. Menanggapi hal tersebut, panita Pemira UI telah mengakui kesalahan dan meminta maaf pada Rapat Koordinasi Insidental Dengar Pendapat pada Rabu dini hari tanggal 4 Desember 2014.

***

Permasalahan demi permasalahan muncul hingga akhirnya dua peserta Pemira UI ‘terbunuh’ oleh otoritas DPM UI. Rendahnya koordinasi mungkin hanya sebagian faktor penyebab kedua peserta memilih mundur. Pada akhirnya, bentuk kordinasi yang jauh dari layak ini mampu menggambarkan kepada publik tentang kinerja DPM UI dalam penyelenggaan Pemira UI 2013. Namun, perlu diingat juga bahwa diperlukan partisipasi seluruh elemen IKM UI dalam meyukseskan Pemira UI.

“Kami mencoba untuk percaya pada pihak DPM (bahwa DPM bisa menjalankan amanat UUD IKM UI dalam memfasilitasi suksesi lembaga di UI). Sampai pada akhirnya, kami meminta pengulangan Pemira sebagai implikasi berjalannya proses Pemira yang engga fair dengan kerusakan-kerusakan yang dibiarkan terjadi terus menerus. Tapi yang terjadi, jangankan pengulangan pemungutan suara, penambahan infrastruktur dalam pemungutan suara saja tidak dilakukan. Dengan semua kerusakan proses tersebut, saya dan Kevin menyatakan mengundurkan diri sebagai peserta Pemira UI, satu jam menjelang penghitungan suara,” ujar Adnan. Meskipun memilih mundur, Kevin sendiri mengutarakan bahwa ia tidak menyesal telah mengorbankan dana dan tenaga dalam proses Pemira ini. “Kami tidak menyesal mengeluarkan dana kampanye sebesar itu (lebih dari 20 juta rupiah) sampai pada akhirnya harus mengundurkan diri. Proses ini (Pemira UI) sudah tidak bisa diharapkan. Keluar adalah langkah yang terbaik,” tuturnya. Lain halnya dengan opini yang dikeluarkan Ivan-Aid. “Walau penyelenggaraan Pemira tahun ini memang belum bisa dikatakan ideal sepenuhnya, upaya panitia, DPM UI dan unsur terkait untuk memperbaiki sistem dan penyelenggaraanya kami hargai – tanpa mengenyampingkan kesalahan yang ada.”

Perlu disadari, Pemira UI bukan hanya sekedar  acara ritual suksesi kelembagaan di UI, namun juga sarana meningkatkan awareness masyarakat UI dalam pendidikan politik.  Ketika proses Pemira UI tidak sesuai aturan, berarti pihak penyelenggara – yakni DPM UI – semestinya bertanggung jawab. Kerugian dari hal ini tidak hanya dirasakan oleh calon Ketua dan Wakil Ketua BEM UI 2014 serta tim suksesnya, namun juga publik UI yang ingin menggunakan hak suaranya. Menyelesaikan terlebih dahulu polemik Pemira UI adalah bukti tanggung jawab DPM UI pasca perhitungan suara karena dari titik inilah DPM UI perlu banyak ‘mendengarkan’. Jangan sampai ketidakberesan Pemira UI dijadikan sasaran tembak ketidakpuasan dengan cara-cara yang tidak bertanggungjawab. Tanpa adanya pembenahan, legitimasi DPM UI akan kian tergerus di mata publik UI.

One response to “INTERUPSI! – BOPENG PESTA DEMOKRASI PEMIRA UI

Leave a comment